Aku terbangun karena cahaya yang begitu menyilaukan...
Seluruh kamarku dipenuhi cahaya putih yang terang namun hangat
Namun, aku tetap bisa melihatnya...
Ya, ada sesosok manusia berpakaian putih berkilauan
Wajahnya indah bagaikan cahaya bulan
Aku bahkan tak bisa memastikan apakah ia pria atau wanita...
Aku terdiam tak sanggup berkata sepatah kata pun
Perasaanku campur aduk, takut, kagum, bingung, tapi juga hangat...
Seolah aku mengenal sosok itu entah di mana
Ia tersenyum lembut padaku
"Jangan takut..." kata sosok putih itu.
"Aku hanya ingin menyampaikan kepadamu, bahwa aku akan selalu bersamamu...
menjaga dan menemanimu...
Karena kamu berharga...
Apapun yang orang lain lakukan atau katakan kepadamu tidaklah penting.
Yang penting adalah kamu harus menyadari bahwa kamu berharga
dan kamu dicintai oleh Tuhan..."
"Mengapa Anda katakan itu?"
Itu satu-satunya kalimat yang sanggup kuucapkan
Aku begitu terpesona dengan kehangatan dan keindahan yang dipancarkan sosok itu
Ia tersenyum lembut
"Karena kamu berhak untuk berbahagia...
Itulah yang diinginkan Tuhan, supaya kamu meraih kebahagiaanmu..."
Aku tersentak bangun
Kamarku gelap, tidak ada tanda-tanda kehadiran siapapun
Tidak ada lagi cahaya putih dan perasaan hangat itu
Tapi aku yakin itu tadi bukan mimpi
Tuhan, terima kasih karena telah menganggap aku berharga
Terima kasih karena telah mengingatkanku untuk selalu berbahagia
Aku akan berusaha meraih kebahagiaanku
Karena aku berhak untuk berbahagia....
Juliana Kurniawati
Selasa, 21 Mei 2013
Selasa, 31 Juli 2012
AIR MINUM BEROKSIGEN: FAKTA ATAU FIKSI?
Anda pasti pernah
melihat iklan produk air minum beroksigen, atau bahkan pernah mengonsumsinya
pula. Saat ini, produk air minum beroksigen memang membanjiri pasaran dengan
bermacam-macam merek dan klaim. Air minum beroksigen diklaim mengandung oksigen
(O2) dalam jumlah yang jauh lebih banyak (antara 7-10 kali lipat) dibandingkan
air minum biasa, sehingga dapat meningkatkan suplai oksigen ke dalam tubuh dan
meningkatkan stamina tubuh.
Pertanyaan yang muncul
adalah, apakah air minum beroksigen benar-benar bermanfaat seperti yang diklaim
di dalam iklan-iklan?
Penulis mencoba merangkumkan
beberapa hasil penelitian terkait air minum beroksigen untuk memberikan fakta
yang lebih berimbang, sehingga pembaca sekalian dapat menilai dan menimbang
sebelum memutuskan untuk mengonsumsi air minum beroksigen. Ada dua jenis
penelitian yang dirangkum di sini, yaitu penelitian yang memberikan hasil
negatif dan penelitian yang memberikan hasil positif mengenai manfaat air minum
beroksigen.
Penelitian
yang memberikan hasil negatif:
- Penelitian pertama dilakukan terhadap 12 subjek uji (pria dan wanita) usia muda dan sehat secara fisik. Parameter yang diukur adalah detak jantung, tekanan darah, kadar laktat dalam darah, dan kapasitas pernafasan maksimal, baik sebelum, selama, maupun sesudah olahraga menggunakan treadmill. Hasil dari penelitian ini adalah air minum beroksigen tidak terbukti meningkatkan performa/ketahanan fisik saat berolahraga ataupun mempercepat masa pemulihan dari kelelahan setelah berolahraga.1)
- Penelitian berikutnya dilakukan terhadap 20 pria usia muda dengan menggunakan tes spiroergometrik sepeda. Parameter yang diukur sama dengan penelitian pertama, bedanya data diambil setiap hari selama 2 minggu. Hasilnya, konsumsi air minum beroksigen tidak meningkatkan ketahanan aerobik pada partisipan dibandingkan dengan konsumsi air minum biasa.2)
- Penelitian terbaru dilakukan terhadap 12 atlet sepakbola sebagai subjek uji dengan menggunakan tes treadmill. Beberapa parameter yang diukur sama dengan penelitian sebelumnya di atas, salah satunya adalah VO2max, yaitu suatu indikator untuk mengetahui ketahanan aerobik dan kesehatan kardiovaskuler seorang individu selama berolahraga. Hasil dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa air minum beroksigen tidak meningkatkan ketahanan aerobik para atlet dibandingkan dengan air mineral biasa.3)
Kesimpulan dari ketiga
penelitian di atas adalah: konsumsi air
minum beroksigen tidak terbukti meningkatkan stamina atau ketahanan fisik
dibandingkan dengan konsumsi air minum biasa.
Penelitian
yang memberikan hasil positif:
Penelitian
ini dilakukan terhadap 108 pasien diabetes mellitus (kencing manis/DM).
Parameter yang diukur adalah kadar gula darah puasa, kadar gula darah sesudah
makan, dan kadar zat malondialdehyde/MDA
(suatu radikal bebas yang dapat terbentuk di dalam tubuh apabila kadar
antioksidan tubuh menurun). Ketiga parameter itu diukur sebelum perlakuan (baseline), 45 hari dan 90 hari sesudah
perlakuan. Partisipan dibagi menjadi 2 grup secara acak, yaitu grup yang
mendapat air minum beroksigen dan grup yang mendapat air minum biasa.4)
Hasilnya,
pada grup yang mendapat air minum beroksigen, terjadi penurunan kadar gula
darah puasa pada 45 hari dan 90 hari sesudah perlakuan, sedangkan penurunan kadar
gula darah sesudah makan baru terjadi pada 90 hari sesudah perlakuan.4)
Namun, hal yang perlu menjadi catatan adalah penurunan kadar gula darah puasa
dan sesudah makan juga terjadi pada grup yang mendapat air minum biasa (kedua
grup sama-sama mengalami penurunan kadar gula darah yang bermakna), sehingga
belum dapat disimpulkan bahwa air minum beroksigen mampu menurunkan kadar gula
darah lebih baik dibandingkan air minum biasa. Begitu pula dengan penurunan kadar
MDA. Grup yang mendapat air minum beroksigen memang mengalami penurunan kadar
MDA yang bermakna dibandingkan air minum biasa pada 90 hari sesudah perlakuan.
Namun, perbedaan kadar MDA antara grup air minum beroksigen dan grup air minum
biasa memang sudah terjadi sebelum perlakuan (baseline), sehingga juga belum dapat disimpulkan bahwa air minum
beroksigen mampu menurunkan kadar radikal bebas lebih baik dibandingkan air
minum biasa.
Kesimpulan
dari penelitian tersebut adalah masih
diperlukan penelitian lebih lanjut sebelum dapat menyatakan bahwa air minum
beroksigen dapat menurunkan kadar gula darah maupun kadar radikal bebas pada pasien
diabetes mellitus.
Referensi:
- Willmert, N., Porcari, J.P., et al., 2002, The Effects of Oxygenated Water on Exercise Physiology During Incremental Exercise and Recovery, Journal of Exercise Physiology Online 2002;5(4):16-21.
- Leibetseder V., et al., 2006, Does Oxygenated Water Support Aerobic Performance and Lactate Kinetics?, International Journal of Sports Medicine 2006; 27(3):232-235.
- Fuller, P.J., 2010, The Effects of Activated Stabilized Oxygen on Aerobic Endurance in Division II Collegiate Male Soccer Players, Thesis, Humboldt State University.
- Handajani, Y.S., dkk., 2009, The Effect of Oxygenated Water in Diabetes Mellitus, Med J Indones Vol.18 No.2 April-June 2009.
Sabtu, 16 Juni 2012
Analgesik Untuk Anak
Nyeri pasti pernah dialami oleh setiap anak, misalnya saja nyeri yang
menyertai demam, nyeri pada gigi, nyeri kepala, nyeri setelah imunisasi, dan
masih banyak jenis nyeri lainnya. Anak-anak umumnya tidak tahan dan cenderung
menjadi rewel bila mengalami nyeri. Untuk itu dibutuhkan suatu obat pereda
nyeri atau analgesik. Pemilihan analgesik untuk anak tentunya tidak hanya
mempertimbangkan kemanjuran, tetapi juga faktor keamanan. Analgesik yang akan
dibahas di sini adalah golongan antiinflamasi nonsteroid yang lazim digunakan
sebagai obat bebas atau untuk swamedikasi (pengobatan sendiri), yaitu Paracetamol dan Ibuprofen.
Paracetamol
Paracetamol
atau Acetaminophen digunakan secara
luas sebagai pereda nyeri untuk nyeri ringan-sedang pada anak-anak. Walaupun
obat ini cukup aman bagi anak, ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu:
- Paracetamol
sebaiknya tidak digunakan untuk swamedikasi nyeri selama lebih dari 5 hari pada
anak. Jika nyeri berlanjut lebih dari 5 hari, segeralah periksakan anak ke
dokter.
- Untuk meminimalkan risiko overdosis, Paracetamol tidak boleh diberikan lebih
dari 5 dosis pada anak dalam waktu 24 jam, kecuali diinstruksikan oleh dokter.
Overdosis Paracetamol dapat menyebabkan
kerusakan hati berat dan kematian. Oleh karena itu, orang tua dianjurkan untuk
selalu mengukur dosis obat yang diberikan pada anak dan tidak boleh melebihi
dosis harian yang direkomendasikan. Hindarilah pula menggunakan produk obat
yang mengandung Paracetamol (misalnya
dalam beberapa produk obat batuk dan flu) bersamaan dengan sediaan Paracetamol tunggal.
Ibuprofen
Sekarang ini penggunaan Ibuprofen sebagai analgesik pada anak juga
semakin meluas. Ibuprofen digunakan secara swamedikasi sebagai pereda nyeri ringan
yang berkaitan dengan flu, sakit kepala, sakit gigi, nyeri otot, dan demam pada
anak di atas 2 tahun. Tetapi Ibuprofen tidak dianjurkan untuk swamedikasi pada
anak di bawah usia 2 tahun atau untuk meredakan nyeri perut pada anak.
Dibandingkan Paracetamol,
penggunaan Ibuprofen pada anak menimbulkan lebih banyak perdebatan mengenai
efek samping yang mungkin ditimbulkan. Ibuprofen dikaitkan dengan peningkatan
risiko gagal ginjal akut pada anak. Namun, suatu penelitian oleh Moghal dkk.
(2004) mengungkapkan bahwa untuk penggunaan jangka pendek Ibuprofen dosis 5 -
10 mg/kg pada anak, risiko kerusakan ginjalnya kecil dan tidak berbeda
signifikan dibandingkan dengan penggunaan Paracetamol
dosis 12 mg/kg. Walaupun demikian, Ibuprofen sebaiknya dihindari penggunaannya
pada anak yang mengalami dehidrasi atau berisiko dehidrasi. Selain itu,
penggunaan Ibuprofen harus selalu disertai asupan cairan yang cukup.
Ada pula kekhawatiran bahwa Ibuprofen dapat memicu serangan asma pada
anak yang memiliki riwayat asma. Namun, hal ini tidak terbukti dalam penelitian
yang dilakukan oleh Kader dkk. (2004). Hasil penelitian mengungkapkan bahwa Ibuprofen
sama amannya dengan Paracetamol untuk
digunakan oleh pasien dengan riwayat asma, dan tidak memicu atau memperburuk
asma. Walaupun demikian, Ibuprofen harus dihindari penggunaannya pada anak yang
memiliki riwayat alergi/hipersensitivitas terhadap obat antiinflamasi
nonsteroid (seperti Paracetamol, Aspirin,
Ibuprofen, dll).
Pada dasarnya, baik Paracetamol
maupun Ibuprofen aman jika dikonsumsi sesuai aturan pakai yang dianjurkan. Oleh
karena itu, jangan segan untuk bertanya kepada dokter atau apoteker mengenai
penggunaan obat yang aman bagi anak. Dengan demikian, risiko efek samping dan
overdosis dapat dihindari.
Referensi:
- Kader, A., Hildebrandt, T., and Powell, C., 2004, How Safe Is Ibuprofen in Febrile Asthmatic Children?, Archives of Disease in Childhood, 89(9): 885-886.
- Koda-Kimble, M.A., et al., 2001, Applied Therapeutics: The Clinical Use of Drugs, 7th Edition, Lippincott Williams & Wilkins, USA.
- McEvoy, G.K., et al., 2002, AHFS Drug Information, American Society of Health-System Pharmacists, USA.
- Moghal, N.E., Hegde, S., and Eastham, K.M., 2004, Ibuprofen and Acute Renal Failure in a Toddler, Archives of Disease in Childhood, 89(3): 276-277.
Langganan:
Postingan (Atom)