Selasa, 21 Mei 2013

Karena Kamu Berhak Untuk Berbahagia

Aku terbangun karena cahaya yang begitu menyilaukan...
Seluruh kamarku dipenuhi cahaya putih yang terang namun hangat
Namun, aku tetap bisa melihatnya...
Ya, ada sesosok manusia berpakaian putih berkilauan
Wajahnya indah bagaikan cahaya bulan
Aku bahkan tak bisa memastikan apakah ia pria atau wanita...

Aku terdiam tak sanggup berkata sepatah kata pun
Perasaanku campur aduk, takut, kagum, bingung, tapi juga hangat...
Seolah aku mengenal sosok itu entah di mana
Ia tersenyum lembut padaku

"Jangan takut..." kata sosok putih itu.
"Aku hanya ingin menyampaikan kepadamu, bahwa aku akan selalu bersamamu...
menjaga dan menemanimu...
Karena kamu berharga...
Apapun yang orang lain lakukan atau katakan kepadamu tidaklah penting.
Yang penting adalah kamu harus menyadari bahwa kamu berharga
dan kamu dicintai oleh Tuhan..."

"Mengapa Anda katakan itu?"
Itu satu-satunya kalimat yang sanggup kuucapkan
Aku begitu terpesona dengan kehangatan dan keindahan yang dipancarkan sosok itu

Ia tersenyum lembut
"Karena kamu berhak untuk berbahagia...
Itulah yang diinginkan Tuhan, supaya kamu meraih kebahagiaanmu..."

Aku tersentak bangun
Kamarku gelap, tidak ada tanda-tanda kehadiran siapapun
Tidak ada lagi cahaya putih dan perasaan hangat itu
Tapi aku yakin itu tadi bukan mimpi

Tuhan, terima kasih karena telah menganggap aku berharga
Terima kasih karena telah mengingatkanku untuk selalu berbahagia
Aku akan berusaha meraih kebahagiaanku
Karena aku berhak untuk berbahagia....

Selasa, 31 Juli 2012

AIR MINUM BEROKSIGEN: FAKTA ATAU FIKSI?


Anda pasti pernah melihat iklan produk air minum beroksigen, atau bahkan pernah mengonsumsinya pula. Saat ini, produk air minum beroksigen memang membanjiri pasaran dengan bermacam-macam merek dan klaim. Air minum beroksigen diklaim mengandung oksigen (O2) dalam jumlah yang jauh lebih banyak (antara 7-10 kali lipat) dibandingkan air minum biasa, sehingga dapat meningkatkan suplai oksigen ke dalam tubuh dan meningkatkan stamina tubuh.

Pertanyaan yang muncul adalah, apakah air minum beroksigen benar-benar bermanfaat seperti yang diklaim di dalam iklan-iklan?

Penulis mencoba merangkumkan beberapa hasil penelitian terkait air minum beroksigen untuk memberikan fakta yang lebih berimbang, sehingga pembaca sekalian dapat menilai dan menimbang sebelum memutuskan untuk mengonsumsi air minum beroksigen. Ada dua jenis penelitian yang dirangkum di sini, yaitu penelitian yang memberikan hasil negatif dan penelitian yang memberikan hasil positif mengenai manfaat air minum beroksigen.

Penelitian yang memberikan hasil negatif:
  1. Penelitian pertama dilakukan terhadap 12 subjek uji (pria dan wanita) usia muda dan sehat secara fisik. Parameter yang diukur adalah detak jantung, tekanan darah, kadar laktat dalam darah, dan kapasitas pernafasan maksimal, baik sebelum, selama, maupun sesudah olahraga menggunakan treadmill. Hasil dari penelitian ini adalah air minum beroksigen tidak terbukti meningkatkan performa/ketahanan fisik saat berolahraga ataupun mempercepat masa pemulihan dari kelelahan setelah berolahraga.1)
  2. Penelitian berikutnya dilakukan terhadap 20 pria usia muda dengan menggunakan tes spiroergometrik sepeda. Parameter yang diukur sama dengan penelitian pertama, bedanya data diambil setiap hari selama 2 minggu. Hasilnya, konsumsi air minum beroksigen tidak meningkatkan ketahanan aerobik pada partisipan dibandingkan dengan konsumsi air minum biasa.2)
  3. Penelitian terbaru dilakukan terhadap 12 atlet sepakbola sebagai subjek uji dengan menggunakan tes treadmill. Beberapa parameter yang diukur sama dengan penelitian sebelumnya di atas, salah satunya adalah VO2max, yaitu suatu indikator untuk mengetahui ketahanan aerobik dan kesehatan kardiovaskuler seorang individu selama berolahraga. Hasil dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa air minum beroksigen tidak meningkatkan ketahanan aerobik para atlet dibandingkan dengan air mineral biasa.3)

Kesimpulan dari ketiga penelitian di atas adalah: konsumsi air minum beroksigen tidak terbukti meningkatkan stamina atau ketahanan fisik dibandingkan dengan konsumsi air minum biasa.




Penelitian yang memberikan hasil positif:

Penelitian ini dilakukan terhadap 108 pasien diabetes mellitus (kencing manis/DM). Parameter yang diukur adalah kadar gula darah puasa, kadar gula darah sesudah makan, dan kadar zat malondialdehyde/MDA (suatu radikal bebas yang dapat terbentuk di dalam tubuh apabila kadar antioksidan tubuh menurun). Ketiga parameter itu diukur sebelum perlakuan (baseline), 45 hari dan 90 hari sesudah perlakuan. Partisipan dibagi menjadi 2 grup secara acak, yaitu grup yang mendapat air minum beroksigen dan grup yang mendapat air minum biasa.4)
Hasilnya, pada grup yang mendapat air minum beroksigen, terjadi penurunan kadar gula darah puasa pada 45 hari dan 90 hari sesudah perlakuan, sedangkan penurunan kadar gula darah sesudah makan baru terjadi pada 90 hari sesudah perlakuan.4) Namun, hal yang perlu menjadi catatan adalah penurunan kadar gula darah puasa dan sesudah makan juga terjadi pada grup yang mendapat air minum biasa (kedua grup sama-sama mengalami penurunan kadar gula darah yang bermakna), sehingga belum dapat disimpulkan bahwa air minum beroksigen mampu menurunkan kadar gula darah lebih baik dibandingkan air minum biasa. Begitu pula dengan penurunan kadar MDA. Grup yang mendapat air minum beroksigen memang mengalami penurunan kadar MDA yang bermakna dibandingkan air minum biasa pada 90 hari sesudah perlakuan. Namun, perbedaan kadar MDA antara grup air minum beroksigen dan grup air minum biasa memang sudah terjadi sebelum perlakuan (baseline), sehingga juga belum dapat disimpulkan bahwa air minum beroksigen mampu menurunkan kadar radikal bebas lebih baik dibandingkan air minum biasa.
Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah masih diperlukan penelitian lebih lanjut sebelum dapat menyatakan bahwa air minum beroksigen dapat menurunkan kadar gula darah maupun kadar radikal bebas pada pasien diabetes mellitus.



Referensi:
  1. Willmert, N., Porcari, J.P., et al., 2002, The Effects of Oxygenated Water on Exercise Physiology During Incremental Exercise and Recovery, Journal of Exercise Physiology Online 2002;5(4):16-21.
  2. Leibetseder V., et al., 2006, Does Oxygenated Water Support Aerobic Performance and Lactate Kinetics?, International Journal of Sports Medicine 2006; 27(3):232-235.
  3. Fuller, P.J., 2010, The Effects of Activated Stabilized Oxygen on Aerobic Endurance in Division II Collegiate Male Soccer Players, Thesis, Humboldt State University.
  4. Handajani, Y.S., dkk., 2009, The Effect of Oxygenated Water in Diabetes Mellitus, Med J Indones Vol.18 No.2 April-June 2009.

Sabtu, 16 Juni 2012

Analgesik Untuk Anak



Nyeri pasti pernah dialami oleh setiap anak, misalnya saja nyeri yang menyertai demam, nyeri pada gigi, nyeri kepala, nyeri setelah imunisasi, dan masih banyak jenis nyeri lainnya. Anak-anak umumnya tidak tahan dan cenderung menjadi rewel bila mengalami nyeri. Untuk itu dibutuhkan suatu obat pereda nyeri atau analgesik. Pemilihan analgesik untuk anak tentunya tidak hanya mempertimbangkan kemanjuran, tetapi juga faktor keamanan. Analgesik yang akan dibahas di sini adalah golongan antiinflamasi nonsteroid yang lazim digunakan sebagai obat bebas atau untuk swamedikasi (pengobatan sendiri), yaitu Paracetamol dan Ibuprofen.

Paracetamol

Paracetamol atau Acetaminophen digunakan secara luas sebagai pereda nyeri untuk nyeri ringan-sedang pada anak-anak. Walaupun obat ini cukup aman bagi anak, ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu:
-     Paracetamol sebaiknya tidak digunakan untuk swamedikasi nyeri selama lebih dari 5 hari pada anak. Jika nyeri berlanjut lebih dari 5 hari, segeralah periksakan anak ke dokter.
-    Untuk meminimalkan risiko overdosis, Paracetamol tidak boleh diberikan lebih dari 5 dosis pada anak dalam waktu 24 jam, kecuali diinstruksikan oleh dokter. Overdosis Paracetamol dapat menyebabkan kerusakan hati berat dan kematian. Oleh karena itu, orang tua dianjurkan untuk selalu mengukur dosis obat yang diberikan pada anak dan tidak boleh melebihi dosis harian yang direkomendasikan. Hindarilah pula menggunakan produk obat yang mengandung Paracetamol (misalnya dalam beberapa produk obat batuk dan flu) bersamaan dengan sediaan Paracetamol tunggal.

Ibuprofen

Sekarang ini penggunaan Ibuprofen sebagai analgesik pada anak juga semakin meluas. Ibuprofen digunakan secara swamedikasi sebagai pereda nyeri ringan yang berkaitan dengan flu, sakit kepala, sakit gigi, nyeri otot, dan demam pada anak di atas 2 tahun. Tetapi Ibuprofen tidak dianjurkan untuk swamedikasi pada anak di bawah usia 2 tahun atau untuk meredakan nyeri perut pada anak.
Dibandingkan Paracetamol, penggunaan Ibuprofen pada anak menimbulkan lebih banyak perdebatan mengenai efek samping yang mungkin ditimbulkan. Ibuprofen dikaitkan dengan peningkatan risiko gagal ginjal akut pada anak. Namun, suatu penelitian oleh Moghal dkk. (2004) mengungkapkan bahwa untuk penggunaan jangka pendek Ibuprofen dosis 5 - 10 mg/kg pada anak, risiko kerusakan ginjalnya kecil dan tidak berbeda signifikan dibandingkan dengan penggunaan Paracetamol dosis 12 mg/kg. Walaupun demikian, Ibuprofen sebaiknya dihindari penggunaannya pada anak yang mengalami dehidrasi atau berisiko dehidrasi. Selain itu, penggunaan Ibuprofen harus selalu disertai asupan cairan yang cukup.
Ada pula kekhawatiran bahwa Ibuprofen dapat memicu serangan asma pada anak yang memiliki riwayat asma. Namun, hal ini tidak terbukti dalam penelitian yang dilakukan oleh Kader dkk. (2004). Hasil penelitian mengungkapkan bahwa Ibuprofen sama amannya dengan Paracetamol untuk digunakan oleh pasien dengan riwayat asma, dan tidak memicu atau memperburuk asma. Walaupun demikian, Ibuprofen harus dihindari penggunaannya pada anak yang memiliki riwayat alergi/hipersensitivitas terhadap obat antiinflamasi nonsteroid (seperti Paracetamol, Aspirin, Ibuprofen, dll).

Pada dasarnya, baik Paracetamol maupun Ibuprofen aman jika dikonsumsi sesuai aturan pakai yang dianjurkan. Oleh karena itu, jangan segan untuk bertanya kepada dokter atau apoteker mengenai penggunaan obat yang aman bagi anak. Dengan demikian, risiko efek samping dan overdosis dapat dihindari.



Referensi:
  1. Kader, A., Hildebrandt, T., and Powell, C., 2004, How Safe Is Ibuprofen in Febrile Asthmatic Children?, Archives of Disease in Childhood, 89(9): 885-886.
  2. Koda-Kimble, M.A., et al., 2001, Applied Therapeutics: The Clinical Use of Drugs, 7th Edition, Lippincott Williams & Wilkins, USA.
  3. McEvoy, G.K., et al., 2002, AHFS Drug Information, American Society of Health-System Pharmacists, USA.
  4. Moghal, N.E., Hegde, S., and Eastham, K.M., 2004, Ibuprofen and Acute Renal Failure in a Toddler, Archives of Disease in Childhood, 89(3): 276-277.